Kamis, 30 Maret 2017

TUGAS 4 BIP

Kata : Film

A. Kalimat Majemuk Setara

1. Penggabungan "Tetapi"
Banyaknya ide kreatif dalam unsur film "dan" karya lainnya

2. Pertengtangan "Tetapi"
Banyaknya cara memvisualkan cerita "tetapi" tidak memiliki alat untuk merealisasikannya

3. Pemilihan "Atau"
Film panjang "atau" pendek harus digarap secara maksimal

4. Penguataan "Bahkan"
Perfilman Indonesia sudah mulai diapresiasi negara tetangga "bahkan" negara eropa


B. Kalimat Majemuk Bertingkat

1.Waktu "Ketika"
Perfilman Indonesia mulai di akui oleh negara-negara lain "ketika" film The Raid ditampilkan

2. Sebab "Karena"
Para pembuat film di Indonesia mulai ahli dalam membuat film "karena" sudah ada youtube sebagai metode pembelajaran

3. Akibat "Maka"
Banyak belajar melalui pengalaman "maka" semakin banyak pula ilmu yang kita dapatkan

4. Syarat "Jika"
Membuat Film akan lebih mudah "jika" dilakukan secara profesional

5. Perlawanan "Meskipun"
Pembuatan film ini tidak berjalan lancar "meskipun" semuanya ahli dalam bidangnya

6. Pengandaian "Seandainya"
Film itu hancur, "seandainya" mereka berkerja sama, film itu bisa lebih bagus

7. Perbandingan "Ibarat"
Film itu luar biasa. Aku "ibarat: masuk kedalam film itu

8. Pembatasan "Selain"
Orang itu "selain" pandai membuat film, dia juga pandai berolahraga

Kamis, 23 Maret 2017

Kata, Frasa, Hipotesa, & Data (2)

Kata : Film

Frasa : Fakta dibalik para Filmmaker dalam pembuatan Film

Hipotesa : Banyaknya hal-hal unik yang dilakukan oleh beberapa Filmmaker dalam pembuatan Filmnya yang dapat kita pelajari.

Data:
1. Farrelly Bersaudara pernah hanya memperbarui script lama yang dibuat dengan judul "Dust to Dust" setahun sebelum akhirnya dirubah dan digarap menjadi "Dumb and Dumber(1994)"

2. Produser Sherwood Schwartz terinspirasi untuk menciptakan "The Brady Bunch(1969)" hanya dengan 4 kalimat yang muncul di dalam koran "Los Angeles Times". Isinya adalah "31 percent of all marriages involved people who had a child or children from a previous marriage. It was just a statistic, but to me it indicated a remarkable sociological change in our country. Thirty-one percent is approximately one-third of all marriages. That's a huge statistic."

3. Steven Spielberg pernah 2 kali ditolak ketika ingin membantu dalam pembuatan film James Bond. Kali pertama ditolak hanya karena dia tidak memiliki cukup pengalaman, namun ketika ia telah membuat film terbaiknya "Schindler's List(1993)", Steven kembali menawarkan diri dan ia kembali ditolak dengan alasan "Sekarang kami tidak mampu membayarmu"

4. Perkerjaan Steven Spielberg tidak pernah dibayar dalam pembuatan film "Schindler's List(1993)"

Kamis, 16 Maret 2017

Kata, Frasa, Hipotesa & Data

Kata :
     Tulis

Frasa :
     Menulis dapat mengubah sudut pandang kepada dunia

Hipotesa :
     Kenapa menulis dapat mengubah sudut pandang dunia? Sama halnya dengan membaca, dengan menulis secara tidak langsung kita juga akan terus mencari referensi, hal baru, dan apapun itu yang dapat membantu kita dengan apa yang ingin kita tulis. Tidak mungkin bisa menulis tanpa tau apa yang ingin ditulis, kita harus melakukan survey, mencari inspirasi sebelum menuangkan ide-ide kita dalam sebuah kata. Sehingga kita dituntut untuk mencari hal baru maupun belajar dari pengalaman yang kita miliki. Dunia ini luas dan banyak hal yang dapat kita tulis, namun tetap saja banyak yang tidak suka menulis dengan alasan tidak memiliki bakat menulis. Dan tidak sedikit juga yang suka menulis, baik menulis novel, cerpen, diary, dll.

Data:
     1. Dari 40 orang, 60% merasa plin plan antara suka atau tidak suka dalam menulis, semua tergantung mood mereka.
     2. Dari 40 orang, 32,5% suka menulis diary.
     3. Dari 40 orang, 52,5% merasa tenang ketika menulis.
     4. Dari 40 orang, 45% orang sering menemukan inspirasi ketika berada ditempat yang sepi.
     5. Dari 40 orang, 72,5% merasa mampu meluapkan emosinya dalam kata-kata.

Kamis, 02 Maret 2017

Cerpen "Pelajaran Mengarang" Review

Cerpen Pelajaran Mengarang
Oleh Seno Gumira Ajidarma

Pelajaran mengarang sudah dimulai.
”Kalian punya waktu 60 menit,” ujar Ibu Guru Tati. Anak-anak kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja. Ibu Guru Tati menawarkan tiga judul yang ditulisnya di papan putih. Judul pertama Keluarga Kami yang Berbahagia. Judul kedua Liburan ke Rumah Nenek. Judul ketiga Ibu.
Ibu Guru Tati memandang anak-anak manis yang menulis dengan kening berkerut. Terdengar gesekan halus pena pada kertas. Anak-anak itu sedang tenggelam ke dalam dunianya, pikir Ibu Guru Tati. Dari balik kacamatanya yang tebal, Ibu Guru Tati memandang 40 anak yang manis, yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasib macam apa.
Sepuluh menit segera berlalu. Tapi Sandra, 10 tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia memandang ke luar jendela. Ada dahan bergetar ditiup angin yang kencang. Ingin rasanya ia lari keluar kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain di kepalanya. Kenyataan yang terpaksa diingatnya, karena Ibu Guru Tati menyuruhnya berpikir tentang Keluarga Kami yang BerbahagiaLiburan ke Rumah Nenek, dan Ibu. Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci.
Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan yang besar, karena ia harus betul-betul mengarang. Ia tidak bisa bercerita apa adanya seperti anak-anak yang lain. Untuk judul apa pun yang ditawarkan Ibu Guru Tati, anak-anak sekelasnya tinggal menuliskan kenyataan yang mereka alami. Tapi Sandra tidak, Sandra harus mengarang. Dan kini Sandra mendapat pilihan yang semuanya tidak menyenangkan.
Ketika berpikir tentang Keluarga Kami yang Berbahagia, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran di atas kasur yang sepreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus-menerus mendengkur bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah.
”Lewat belakang anak jadah, jangan ganggu Mama,” ujar sebuah suara dalam ingatannya, yang ingin selalu dilupakannya.
***
Lima belas menit telah berlalu. Sandra tak mengerti apa yang harus dibayangkannya tentang sebuah keluarga yang bahagia.
”Mama, apakah Sandra punya Papa?”
”Tentu saja punya, anak setan! Tapi tidak jelas siapa! Dan kalau pun jelas siapa, belum tentu ia mau nadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik kucing dengan Papa!”
Apakah Sandra harus berterus terang? Tidak, ia harus mengarang. Namun ia tidak punya gambaran tentang sesuatu yang pantas ditulisnya.
Dua puluh menit telah berlalu. Ibu Guru Tati mondar-mandir di depan kelas. Sandra mencoba berpikir sesuatu yang mirip dengan Liburan ke Rumah Nenek dan yang masuk dalam benaknya adalah gambar seorang wanita yang sedang berdandan di muka cermin. Seorang wanita dengan wajah penuh kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna yang serba tebal. Merah itu sangat tebal pada pipinya. Hitam itu sangat tebal pada alisnya. Dan wangi itu sangat memabukkan Sandra.
”Jangan rewel anak setan! Nanti kamu kuajak ke tampatku kerja, tapi awas ya? Kamu tidak usah ceritakan apa yang kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti? Awas!”
Wanita itu sudah tua dan menyebalkan. Sandra tak pernah tahu siapa dia. Ibunya memang memanggilnya Mami. Tapi semua orang didengarnya memanggil dia Mami juga. Apakah anaknya begitu banyak? Ibunya sering menitipkan Sandra pada Mami itu kalau ke luar kota berhari-hari entah ke mana.
Di tempat kerja wanita itu, meskipun gelap, Sandra melihat banyak orang dewasa berpeluk-pelukan sampai lengket. Sandra juga mendengar musik yang keras, tapi Mami itu melarangnya nonton.
”Anak siapa itu?”
”Marti.”
”Bapaknya?”
”Mana aku tahu!”
Sandra sampai sekarang tidak mengerti. Mengapa ada sejumlah wanita duduk di ruangan kaca ditonton sejumlah lelaki yang menunjuk-nunjuk mereka.
”Anak kecil kok dibawa ke sini sih?”
”Ini titipan Si Marti. Aku tidak mungkin meninggalkannya sendirian di rumah. Diperkosa orang malah repot nanti.”
Sandra masih memandang ke luar jendela. Ada langit yang biru di luar sana. Seekor burung terbang dengan kepakan sayap yang anggun.
***
Tiga puluh menit lewat tanpa permisi. Sandra mencoba berpikir tentang Ibu. Apakah ia akan menulis tentang ibunya? Sandra melihat seorang wanita yang selalu merokok, selalu bangun siang, yang kalau makan selalu pakai tangan dan kaki kanannya selalu naik ke atas kursi.
Apakah wanita itu ibuku? Ia pernah terbangun malam-malam dan melihat wanita itu menangis sendirian.
”Mama, Mama, kenapa menangis Mama?”
Wanita itu tidak menjawab, ia hanya menangis, sambil memeluk Sandra. Sampai sekarang Sandra masih teringat kejadian itu, namun ia tak pernah bertanya-tanya lagi. Sandra tahu, setiap pertanyaan hanya akan dijawab dengan, ”Diam anak setan!” atau ”Bukan urusanmu anak jadah!” atau ”Sudah untung kamu kukasih makan dan kusekolahkan baik-baik, jangan cerewet kamu anak sialan!”
Suatu malam wanita itu pulang merangkak-rangkak karena mabuk. Di ruang depan ia muntah-muntah dan tergeletak tidak bisa bangun lagi. Sandra mengepel muntahan-muntahan itu tanpa bertanya-tanya. Wanita yang dikenalnya sebagai ibunya itu sudah biasa pulang dalam keadaan mabuk.
”Mama kerja apa sih?”
Sandra tak pernah lupa, betapa banyaknya kata-kata makian dalam sebuah bahasa, yang bisa dilontarkan padanya karena pertanyaan seperti itu.
Tentu, tentu Sandra tahu wanita itu mencintainya. Setiap hari Minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini dan ke plaza itu. Di sana Sandra bisa mendapatkan boneka, baju, es krim, kentang goreng, dan ayam goreng. Dan setiap kali Sandra makan, wanita itu selalu menatapnya dengan penuh cinta dan seperti tidak puas-puasnya. Wanita itu selalu melap mulut Sandra yang belepotan dengan es krim sambil berbisik, ”Sandra, Sandra….”
Kadang-kadang, sebelum tidur wanita itu membacakan sebuah cerita, dari sebuah buku berbahasa Inggris dengan gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan cerita wanita itu akan mencium Sandra dan selalu memintanya berjanji menjadi anak baik-baik.
”Berjanjilah pada Mama, kamu akan jadi wanita baik-baik, Sandra.”
”Seperti Mama?”
”Bukan, bukan seperti Mama. Jangan seperti Mama.”
Sandra selalu belajar untuk menepati janjinya dan ia memang menjadi anak yang patuh. Namun wanita itu tak selalu berperilaku manis begitu. Sandra lebih sering melihatnya dalam tingkah laku yang lain. Maka berkelebatan di benak Sandra bibir merah yang terus-menerus mengeluarkan asap, mulut yang selalu berbau minuman keras, mata yang kuyu, wajah yang pucat, dan pager ….
Tentu saja Sandra selalu ingat apa yang tertulis dalam pager ibunya. Setiap kali pager itu berbunyi, kalau sedang merias diri di muka cermin, wanita itu selalu meminta Sandra memencet tombol dan membacakannya.
DITUNGGU DI MANDARIN, KAMAR 505, PKL 20.00.
Sandra tahu, setiap kali pager itu menyebut nama hotel, nomor kamar, dan sebuah jam pertemuan, ibunya akan pulang terlambat. Kadang-kadang malah tidak pulang sampai dua atau tiga hari. Kalau sudah begitu, Sandra akan merasa sangat merindukan wanita itu, tapi, begitulah, ia sudah belajar untuk tidak pernah mengungkapkannya.
***
Empat puluh menit lewat sudah.
”Yang sudah selesai boleh dikumpulkan,” kata Ibu Guru Tati.
Belum ada secoret kata pun di kertas Sandra. Masih putih, bersih, tanpa setitik pun noda. Beberapa anak yang sampai hari itu belum mempunyai persoalan yang terlalu berarti dalam hidupnya menulis dengan lancar. Beberapa di antaranya sudah selesai dan setelah menyerahkannya segera berlari ke luar kelas.
Sandra belum tahu judul apa yang harus ditulisnya.
”Kertasmu masih kosong, Sandra?” Ibu Guru Tati tiba-tiba bertanya.
Sandra tidak menjawab. Ia mulai menulis judulnya: Ibu. Tapi begitu Ibu Guru Tati pergi, ia melamun lagi. ”Mama, Mama,” bisiknya dalam hati. Bahkan dalam hati pun Sandra telah terbiasa hanya berbisik.
Ia juga hanya berbisik malam itu, ketika terbangun karena dipindahkan ke kolong ranjang. Wanita itu barangkali mengira, karena masih tidur maka Sandra tak akan pernah mendengar suara lenguhannya yang panjang maupun pendek di atas ranjang. Wanita itu juga tak mengira bahwa Sandra masih terbangun ketika dirinya terkapar tanpa daya dan lelaki yang memeluknya sudah mendengkur keras sekali. Wanita itu tak mendengar lagi ketika di kolong ranjang Sandra berbisik tertahan-tahan. ”Mama, Mama,” dan pipinya basah oleh air mata.
”Waktu habis, kumpulkan semua ke depan,” ujar Ibu Guru Tati.
Semua anak berdiri dan menumpuk karangannya di meja guru. Sandra menyelipkan kertasnya di tengah.
***
Di rumahnya, sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya. Setelah membaca separo dari tumpukan karangan itu, Ibu Guru Tati berkesimpulan, murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang indah.
Ia memang belum sampai pada karangan Sandra, yang hanya berisi kalimat sepotong:
Ibuku seorang pelacur….

Palmerah, 30 November 1991
Kompas, 5-1-1992

Comment Time

Iya, jadi cerpen diatas adalah cerpen dari seorang penulis generasi baru di sastra Indonesia, yaitu Seno Gumira Ajidarma. Cerpen Pelajaran Mengarang ini adalah cerpen yang terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas 1993. Cerpen ini memiliki cerita yang secara pribadi kusebut dengan sebutan cerpen yang "Dark" gitu ya. Soalnya menceritakan seorang anak bernama Sandra yang tidak mempunyai keluarga yang bahagia. Dan menariknya, dia disuruh mengarang suatu karangan yang berjudul "Keluarga Kami yang Berbahagia", "Liburan ke Rumah Nenek", ataupun "Ibu". Gak kebayang kan, seorang anak kecil yang memiliki keluarga rusak disuruh menulis cerita begitu? Ya kalau sudah besar sih gampang saja mengarang hal semacam itu meskipun terlahir dari keluarga yang tidak harmonis. Namun karena Sandra masih anak-anak, yang muncul dalam benak pikirannya dari ketiga judul diatas adalah kosong. Karena yang dia alami hanyalah kejelekan-kejelekan, kesengsaraan, dan ketidak bahagiaan.

Setelah aku membaca cerpen ini, aku menyimpulkan bahwa diluar sana masih banyak anak yang mengalami hal semacam ini, bahkan bisa lebih parah. Namun tidak kah kalian berpikir betapa Deep nya cerita ini? Ya, kalian pasti sepemikiran denganku. Endingnya! Endingnya begitu dalam, hanya dalam 3 kata, hati siapa yang tidak tersentuh oleh kata "Ibuku Seorang Pelacur" yang dituliskan oleh Sandra, anak kelas 5? Sejenak ketika kalian telah membaca hingga kalimat tersebut, kalian akan berpikir "Apakah ada yang lebih buruk dari ini?". Tentu saja ada, namun menurutku secara pribadi, LUAR BIASANYA cerita ini, cerpen ini mampu memojokan mindset "Seburuk-buruknya masalahmu, pasti ada yang lebih buruk diluar sana" yang tertanam dalam benak pikiran kalian menjadi "Apakah ada yang lebih buruk dari ini?". Bayangkan deh, anak kelas 5, disuruh menceritakan sesuatu tentang keluarga bahagia, liburan dirumah nenek, ataupun ibu saja tidak bisa? Kita anggap saja umurnya 10-11 tahun, selama sekitar 10-11 tahun dia tidak pernah merasakan yang namanya keluarga bahagia dikarenakan keluarga yang bisa dibilang rusak, atau pun liburan dirumah nenek yang dimana neneknya juga tidak jauh beda dari ibunya, apalagi ibunya yang merupakan seorang pelacur!

Cerpen ini adalah cerpen yang sangat layak mendapat juara, dan menurutku Seno Gumira Ajidarma adalah seorang penulis yang sangat cerdas. I really likes this story, I enjoy reading it, the time that you waste to read this short story was worth it. Trust me.

I am Annas Taufik Rachman, signing out.